Aparatur Negara

Aparatur dan Penegakan Hukum

Penegak hukum dan aparat birokrasi diminta untuk menjadi contoh dalam penegakan hukum. Mereka selayaknya menjadi contoh bagi masyarakat lain agar taat pada hukum. Pandangan itu dikemukakan pakar hukum Romli Atmasasmita dalam Simposium Nasional Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminal Indonesia, di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (19/3/2013).

Menurutnya, upaya itu perlu dilakukan karena jika aparat tidak memberi contoh yang baik, maka masyarakat juga akan mengabaikan aturan hukum. Sayangnya, selama ini justru aparatur negara tidak memberikan contoh yang baik. Bahkan, banyak pula yang justru menjalin kontak dengan masyarakat untuk melakukan pelanggaran hukum.

“Kontak paling sering antara aparatur negara dengan masyarakat adalah dalam hal mengurus perizinan usaha,” kata Romli.

Menurutnya, jika birokrat bekerja sesuai dengan perundang-undangan, perizinan akan mudah dan murah. Namun, faktanya seringkali birokrat mempersulit keluarnya perizinan dengan maksud supaya pemohon mengeluarkan uang pelicin.

Padahal kondisi seperti ini membahayakan birokrat dan masyarakat pemohon. Kalau transaksi itu terjadi, bisa dikenakan pasal penyuapan. "Di kehidupan nyata, sikap buruk aparatur itu menjadi masalah hukum seperti dalam kasus Buol yang menyeret pengusaha Hartati Murdaya. Padahal, untuk melihat kasus ini sangatlah sederhana, kalau Bupati Buol tidak meminta, tentu kasus ini tidak akan pernah ada," ungkapnya.

Oleh sebab itu, hendaknya aparat penegak hukum berpegang pada hati nurani dan secara profesional mengambil langkah hukum yang tepat dan bijak. Menurut Romli, fakta seperti dalam kasus Buol itu membuktikan bahwa jika aparatur negara terutama di puncak kekuasaan tidak memberikan contoh, hal itu bakal mengorbankan banyak elemen bangsa.

"Contoh yang lebih besarnya begini, jargon antikorupsi salah satu parpol tidak berhasil dengan efektif, bahkan melibatkan banyak anggota parpol itu dalam korupsi. Bagaimana rakyat taat dan patuh termasuk aparatur birokrasi jika orang-orang di sekitar presiden juga melibatkan dirinya dalam kasus korupsi," tegasnya.

Sudah selayaknya, aparatur penegak hukum dan aparat birokrasi seharusnya menjadi garda terdepan dalam membangun kesadaran hukum. Jika yang terjadi sebaliknya, tentu masyarakat juga akan berperilaku negatif terhadap hukum.

Untuk memperkuat kesadaran hukum, perlu juga dibangun pandangan bahwa hukum jangan hanya dipandang sebagai sistem norma dan perilaku, tetapi juga sebagai sistem nilai.

"Ini artinya, dalam proses pembentukan Undang-Undang ataupun putusan pengadilan maupun di dalam penegakan hukum, filsafat Pancasila harus menjadi rujukan," jelasnya.

Dalam Simposium Nasional tersebut Jaksa Agung Republik Indonesia (RI), Basrif Arief, juga menjadi pembicara, ia mengemukakan pandangannya tentang perlunya komitmen bersama Politik Hukum untuk menentukan suatu pilihan cara– cara yang hendak digunakan untuk mencapai tujuan hukum di masyarakat yakni tentang adanya persamaaan di depan hukum atau The Politic For The Low sebagai asas terpenting dalam hukum modern. Abraham: Korupsi, Kejahatan Luar Biasa Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, mengatakan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi bukan lagi masalah lokal melainkan suatu fenomena transnasional yang mempengaruhi semua masyarakat dan ekonomi sehingga mendorong perlunya kerjasama internasional dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Sumber: inilah.com


Post a Comment

0 Comments