Aparatur Negara

Aparatur Negara dan Pertumbuhan Ekonomi

Dewasa ini perekonomian dunia tengah melambat, namun Indonesia masih sanggup mencatat pertumbuhan ekonomi 6,3 persen. Pertumbuhan ini dinilai sebagian kalangan bukanlah prestasi menggembirakan. Pasalnya, dengan segenap potensi yang ada, Indonesia seharusnya mampu mencatat pertumbuhan lebih tinggi. Pertanyaannya adalah : mengapa Indonesia tidak bisa maksimal? Salah satunya adalah faktor kualitas aparatur negara. Aparatur negara sebagai unsur pelaksana penyelenggaraan pemerintahan negara mempunyai peran sentral dan strategis terhadap pertumbuhan ekonomi. Jumlah aparatur kita saat ini mencapai 4 juta orang, sementara jumlah penduduk berkisar 235 juta jiwa. Dengan kuantitas begitu besar seharusnya kontribusi mereka bisa lebih optimal. Sayangnya aspek kuantitas tersebut tidak diimbangi dengan aspek kualitas. Tak heran jika keberadaannya justru dianggap sebagai beban ketimbang aset penting. Pemerintah pun telah menetapkan moratorium penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) selama dua tahun terakhir, untuk mengurangi beban anggaran.

Biaya belanja pegawai pemerintah tahun 2013 tercatat Rp 241,12 triliun atau 14,54 persen dari total belanja negara yang mencapai Rp 1.657,9 triliun. Akibat gemuknya belanja pegawai, belanja modal di tahun depan jadi minim, sekitar Rp 193,8 triliun. Padahal, belanja modal merupakan satu di antara faktor untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 persen yang ditargetkan pemerintah. Sorotan terhadap kinerja aparatur negara terus menguat pascareformasi. Berbagai kritikan muncul serta cenderung memposisikan mereka sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi.

Laporan World Economic Forum (WEF) menyebutkan, posisi daya saing ekonomi Indonesia turun empat tingkat dari posisi 46 pada 2011 menjadi di posisi 50 pada 2012.

Data tersebut menunjukkan Indonesia saat ini berada di bawah beberapa negara sekawasan, seperti Malaysia yang menempati posisi 25, Brunei di posisi 28, China di posisi 29, dan Thailand di posisi 38. Laporan WEF juga memperlihatkan penyebab penurunan peringkat Indonesia karena permasalahan birokrasi yang tidak menguntungkan untuk sektor bisnis.

Kinerja aparatur negara yang tidak profesional membuat biaya birokrasi membengkak. Hal itu membuat animo investor asing yang ingin menanamkan modalnya tertahan. Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi tahun 2011 senilai Rp 251,3 triliun. Sementara target tahun 2012 senilai Rp 290 triliun, realisasi Januari-September sudah Rp 229,9 triliun atau 81 persen. Padahal, dua lembaga pemeringkat internasional, Moodys dan Fitch Rating, telah memberi peringkat investment grade kepada Indonesia. Artinya, realisasi investasi seharusnya bisa lebih besar.

Motivasi investor dalam melakukan kegiatan penanaman modal sangat ditentukan oleh enam faktor, yaitu kondisi politk dan keamanan stabil, tata kelola pemerintahan dan sistem pencegahan korupsi, legal framework dan rule of law, pangsa pasar dan prospek pertumbuhan ekonomi, upah tenaga kerja yang sebanding dengan tingkat produktivitas, dan ketersediaan infrastruktur yang memadai.

Tak hanya berimbas ke investasi, kinerja ekspor juga terpengaruh. Pembengkakan biaya produksi sebagai akibat kinerja aparatur yang tidak profesional membuat produk dalam negeri sulit bersaing. Akibatnya, arus barang impor menjadi begitu deras sehingga cadangan devisa pun terkuras.

Surplus perdagangan kumulatif Januari-September tercatat 1,03 miliar dollar AS. Masih ada waktu tiga bulan lagi untuk menambah surplus tersebut. Badan Pusat Statistik memproyeksikan hingga akhir tahun nanti total surplus bisa menembus 2,5 juta dollar AS. Kalaupun tercapai, surplus tahun ini turun drastis dibandingkan dengan tahun lalu. Tahun 2011, Indonesia meraih surplus 26,32 miliar dollar AS. Capaian surplus tahun ini diperkirakan berada di posisi terendah selama lima tahun terakhir.

Rendahnya surplus karena menurunnya kinerja ekspor dan naiknya aktivitas impor. Ekspor kumulatif Januari-September sebesar 143 miliar dollar AS atau turun 6,06 persen dibandingkan dengan periode sama tahun 2011. Impor kumulatif Januari-September tercatat 141,97 miliar dollar AS atau naik 9,18 persen.

Reformasi birokrasi

Pemerintah sebenarnya sudah menggelontorkan program reformasi birokrasi lewat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor Per/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Tidak hanya itu, pemerintah secara bertahap juga telah meningkatkan kesejahteraan PNS dengan peningkatan gaji dan pemberian renumerasi. Pada tahun 2010, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar menyebutkan, reformasi birokrasi merupakan prioritas utama dari 11 prioritas pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Beberapa program percepatan yang dilakukan, antara lain penataan struktur birokrasi, penataan jumlah dan distribusi PNS, sistem seleksi calon PNS dan promosi PNS secara terbuka, dan pengembangan sistem elektronik pemerintahan.

Dalam Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, reformasi birokrasi menjadi sangat penting mengingat untuk mengelola negara yang besar dan luas memerlukan kesungguhan dan keseriusan dari para aparaturnya.

Presiden mewajibkan seluruh jajaran birokrasi dapat lebih meningkatkan peran dan fungsinya secara optimal dan maksimal. Pelayanan publik harus menjadi salah satu bagian mendasar dalam reformasi birokrasi. Percepatan reformasi birokrasi sangat penting agar tercipta jajaran aparatur negara yang andal, profesional, dan bersih.

Namun, reformasi bukanlah soal teknis, melainkan menyangkut perubahan pola pikir dan pola sikap. Karenanya, proses reformasi aparatur negara membutuhkan waktu panjang. Azwar Abubakar menyatakan, beberapa negara industri maju butuh waktu hingga puluhan tahun. Contohnya, Australia saja membutuhkan waktu hingga 20 tahun, demikian pula Amerika Serikat.

Keberhasilan pembangunan dan daya saing suatu negara sangat ditentukan oleh komitmen dan usaha sistematik untuk membenahi aparatur pemerintah / aparatur negara. Tidak bisa tidak karena aparatur pemerintah bukan saja pelaksana kebijakan, melainkan juga fasilitator pembangunan bagi segenap lapisan masyarakat.

Kompas

Post a Comment

0 Comments